Khilafah is one way for islam unite

Senin, 07 September 2009

“KEBANGKITAN & KERUNTUHAN KHILAFAH”

KHILAFAH

OLEH: UST. ABDUL QADIR HASAN BARAJA’

Bismilahirrohmanir Rohim

Islam dengan misinya yang diumumkan sejak Rosulullah saw berada di Mekah sebagai “RAHMATAN LIL’ALAMIN”. Artinya: Dan kami mengutusmu (Hai Muhammad) hanyalah sebagai Rahmat bagi sekalian alam.

Dan pernyataan beliau, bahwa beliau adalah utusan Allah kepada seluruh manusia, merupakan suatu pencanangan dimulainya era globalisasi berdasarkan konsep Islam yang bersifat universal, walaupun pada saat pengumuman itu, ajaran Islam belum sempurna.

Kini zaman menampakkan dirinya melalui istilah Milenium ketiga/ zaman globalisasi bersama konsep universal buatan manusia merupakan rahmat/ karunia Allah SWT bagi kaum muslimin pengemban misi Rahmatan Lil’alamin; yang wajib disyukuri dan harus terus diantisipasi demi upaya mewujudkan kejayaan Islam, teraplikasinya sistem Islam dalam kehidupan nyata dan terbentuknya masyarakat yang cinta damai serta sejahtera lahir & batin.

Alam semesta beserta segala isinya adalah milik Allah: Dia pencipta tunggal bagi keseluruhan yang ada, yang kita ketahui ataupun yang tidak kita ketahui: maka hanya dengan menuruti segala kehendak-Nya lah, keadilan kesejahterahan terwujud serta kedzaliman dan kerusakan tercegah.

Misi “RAHMATAN LIL ‘ALAMIN” telah terbukti di masa lampau mengakhiri segala kebejatan moral manusia melalui penetapan ajaran Allah dan Rosul-Nya secara menyeluruh.

Sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan Rosulullah saw selama + 23 (duapuluh tiga tahun) dari Mekah ke Madinah Al Munawaroh adalah kepemimpinan terbaik paling sukses yang pernah ada dipermukaan bumi ini; kepemimpinan Islam, yang mewajibkan seluruh kaum Muslimin tunduk di bawah satu kepemimpinan dan mengharamkan perpecahan dalam berbagai sekte dan golongan.

Perpecahan dalam Islam, yang mengakibatkan golongan-golongan/ sekte-sekte/ partai-partai/ firqoh-firqoh yang tidak dapat dipersatukan dalam satu jamaah sebagai wadah wihdatul ummah dibawah satu kepemimpinan, jelas dinyatakan Allah sebagai satu kemusyrikan sesuai firman-Nya:

Artinya: Dan janganlah kalian menjadi orang-orang musyrik ; yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka lalu mereka menjadi bergolongan-golongan setiap golongan hanya bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri (QS. Ar-Ruum (30):31-32).

Oleh karena itu, semua golongan Islam yang pada saat ini berjumlah 1001 macam, wajib berupaya agar dapat dipersatukan di bawah satu kepemimpinan Islam di tingkat Internasional. Tanpa upaya kearah tersebut, maka potensi umat Islam hilang dan merupakan dosa.

Sesungguhnya bibit-bibit perpecahan dalam Islam sudah ada semenjak Rosulullah saw masih hidup, melalui provokasi orang-orang munafik, namun dapat diatasi.

Setelah Rosulullah saw wafat, kepemimpinan beralih kepada Kholifah Abu Bakar As-Siddiq sebagai Khalifatur Rosul kemudian diteruskan oleh Kholifah yang kedua, ketiga dan keempat perpecahan umat Islam masih dapat diatasi dan potensi umat Islam tetap terjamin dalam mempertahankan kewibawaan kaum Muslimin. Keempat Khalifah tersebut selama kurang labih 30 tahun adalah para pemimpin dalam sistem Islam yang melanjutkan kepemimpinan Rosulullah saw yang disebut sistem Khilafah Islamiyah. Kepemimpinan sistem Khilafah inilah merupakan satu-satunya sistem yang mungkin mampu menjaga keutuhan umat Islam dalam satu Wihdatul Ummah, di bawah seorang Imam/ Khalifah/ Amirul mu’minin; sedang sistem-sistem lainnya adalah mustahil dapat mempersatukan umat Islam.

Kaum Muslimin / Muslimat yang berbahagia!

Islam telah menentukan istilah kepemimpinannya sendiri bagi kepemimpinan seluruh kaum Muslimin diatas permukaan bumi ini sesuai firman Allah:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rosul serta Ulil Amri diantara kalian. Kemudian jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu hendaknya kalian kembalikan kepada Allah dan Rosul-Nya, jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu adalah (cara) yang lebih utama dalam mengambil keputusan (QS. 4: 59)

Tentunya semua kaum muslimin dapat memahami, bahwa jika Allah telah mewajibkan untuk taat kepada Allah, Rosul dan Ulil Amri, maka dimanapun kelompok orang yang beriman berada, mereka tidak dapat membuat ketentuan sendiri untuk tidak mentaati Ulil Amri; sebab jika seorang mu’min meninggal, maka ia tidak boleh menjawab bahwa ia tidak butuh pada Ulil Amri ataupun tidak menaati Ulil Amri, padahal Allah telah mewajibkanya. Akankah kaum muslimin menjawab bahwa belum saatnya mentaati Ulil Amri baik itu sebagai Imam/ Kholifah/ Amirul Mu’minin? Demi keutuhan jamaah dan tercegahnya perpecahan?

Betapa indahnya jika setiap mu’min/ mu’minah dipermukaan bumi ini menyadari pentingnya mempunyai Ulil Amri untuk dapat menyempurnakan ibadah kepada Allah dan agar umat Islam mempunyai suara di tingkat Internasional sehingga tak dapat diremehkan oleh siapapun juga. Sebuah misi yang dinyatakan sebagai “Rahmatal lil ‘Alamin perlu diupayakan secara damai, sebagaimana Rasulullah sebelum hijrah terlebih dahulu mengutus Mus’ab bin Umair untuk menda’wahkan misi Islam ke negeri Madinah; sehingga mayoritas penduduk Madinah menerima baik da’wah yang disampaikannya. Pada saat Rasulullah bersama shohabat beliau diperintahkan untuk berhijrah, situasi kota Madinah pun siap untuk menyambut kedatangan beliau bersama kaum Muhajirin sehingga orang-orang yang nonmuslimpun bersedia tunduk di bawah kepemimpinan Islam.

Memang sudah menjadi sunatullah bahwa suatu misi umat hanya akan meraih kemenangan jika misi tersebut mendapatkan dukungan umatnya, dan selama belum mendapatkan dukungan dari mayoritas umat, maka kemenangan belum dapat diharapkan di atas dunia. Perlu mendapat perhatiaan khusus bahwasanya yang menjadi fokus hijrahnya Rasululloh saw bersama sahabat beliau ke Madinah bukan masalah pelaksanaan syari’ah, akan tetapi yang menjadi persoalan pokoknya adalah untuk mendapatkan dukungan masyarakat/ dukungan mayoritas umat yang ada pada saat itu, sementara syari’ah baru sempurna setelah + 10 tahun kemudian. Upaya untuk mendapatkan dukungan mayoritas umat itulah yang harus di maksimalkan dengan terlebih dahulu menunjuk seorang pemimpin sebagai Imam/ Kholifah umat Islam. Maka Khilafah Islamiyah milik kaum muslimin atau Khalifatul Muslimin berkewajiban membentuk perwakilan-perwakilannya di seluruh dunia, terutama di setiap kampung di negeri ini sebagi sponsor Madinah, sehingga terbentuk masyarakat Madani yang kita cita-citakan bersama kebebasan dan kemerdekaan umat nonmuslim melaksanakan peribadatan masing-masing.

Kaum Muslimin/ Muslimat yang saya hormati.

Sungguh kejayaan yang dicapai kaum muslimin di masa dahulu hanyalah karena mereka mampu mempertahankan keutuhan umat di bawah sistem khilafah dengan membuktikan sam’an wa tho’atan kepeda Ulil Amri mereka. Apabila sistem kepemimpinan Islam tidak lagi mempertahankan kesatuan kaum muslimin maka di saat itu pulalah potensi umat Islam mulai melemah, wibawa mereka mulai memudar dan umat terpecah belah menjadi berkeping-keping dan bergolong-golongan menuju kehancuran. Semestinya hal tersebut tidak boleh terjadi; dimana ancaman Allah dan Rosul terhadap perpecahan itu sudah cukup jelas; dan secara rasional dapat dipahami bahwa perpecahan suatu umat tidak mungkin menghasilkan kekuatan kecuali hanya akan menghasilkan kelemahan dan kehancuran. Poin inilah yang seharusnya terlebih dahulu diupayakan oleh orang-orang yang tulus ikhlas, agar ta’asshub golongan, kebanggaan suku/ ras dan watak-watak jahiliah lainnya dapat ditekan, demi terciptanya kembali Wihdatul Ummah meraih kejayaan Islam. Untuk hal tersebut tidak ada jalan lain kecuali timbul kesadaran kaum muslimin tersendiri untuk mempersatukan diri di bawah satu sistem kepemimpinan Islam yaitu Sistem Khilafah Islamiyah sebagai khilafatul muslimin tanpa menyebut-nyebut golongan apapun. Apabila umat Islam tidak hidup di bawah sistem Khilafah, maka kaum muslimin berarti hidup di bawah sistem non-Islami. Demi menghindari hal tersebut, konon kabarnya Almarhum Imam S.M. Kartosuwiryo telah memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949, dengan cita-cita berdirinya kekhalifahan di muka bumi ini/ Kholifah fil ardi, yang pada kenyataannya saat ini kekholifahan kaum muslimin atau Khilafatul Muslimin telah hancur semenjak tahun 1924 di Turki di bawah kekhalifahan Utsmaniyah atas konspirasi Barat yang anti kesatuan Islam.
Kiranya perlu kesadaran kaum Muslimin mensponsori kembali kepemimpinan Islam yakni tegaknya Khilafatul Muslimin, guna meneruskan apa yang telah dicita-citakan oleh para pendahulu kita di negeri ini, tanpa melupakan mereka sebagai Assabiqunal Awwalun agar mendapat doa restu dari orang-orang terdahulu yang tulus ikhlas, sehingga terwujud kesatuan kaum muslimin Internasional di bawah satu kepemimpinan Ulil Amri orang-orang yang beriman yang wajib mereka dengar dan mereka taati. Dengan demikian pelaksanaan zakat dan pembagian tugas lain-lainnya dapat dikoordinasikan secara benar dan baik sesuai dengan ajaran Islam.

Berlanjutnya perpecahan secara berlarut-larut yang membawa kehancuran Islam adalah suatu kenyataan yang sangat diidam-idamkan oleh syetan musuh kebenaran/ Alhaq. Untuk hal tersebut maka sudah pernah diadakan kongres Khilafah di Kairo Mesir selama satu pekan dari tanggal 1-7 Dzulkaidah 1344 H dan juga pernah diadakan kongres umat Islam sedunia di Mekkah, pada tahun 1926 namun mereka tak sampai kepada memutuskan adanya seorang Kholifah/Amirul Mu’minin sebagai Ulil Amri umat Islam sedunia. Kiranya kegagalan tersebut tidak perlu terulang lagi untuk ke sekian kalinya.

Maukah dan mampukah umat Islam mendukung “KHILAFATUL MUSLIMIN” yang melalui kongres Mujahidin kali ini akan kita tingkatkan kegiatannya keseluruh dunia? Jawabannya adalah terletak pada kesadaran kaum muslimin sendiri yang akan menentukan kemudian apakah khilafatul muslimin akan meraih kesuksesan ataupun tidak sebab tanpa dukungan umat maka kerja para pengurus khilafatul muslimin hanya akan sukses dalam pikiran dan ucapan belaka. Mungkin masih banyak orang yang berpendapat, bahwa kepemimpinan Islam (Ulil Amri) hanya sah kalau sudah menang dan jika kalah maka kepemimpinannya tidak sah lagi. Pendapat sedemikian ini adalah pendapat yang keliru, karena benar dan salah itu tidak diukur dengan kemenangan ataupun kekalahan, sedang kenyataaan, jelas bukan standar kebenaran.
Perwakilan khilafatul muslimin harus dibentuk di seluruh dunia dan untuk mewujudkannya secara dan damai dan legitimet perlu terlebih dahulu kita meraih dukungan mayoritas umat, sebagaimana dicontohkan oleh Rosulullah saw sebelum beliau hijrah ke Madinah, yakni ketika Bai’at Aqobah yang kedua Rosulullah meminta dari setiap bani yang ada agar menentukan seorang mas’ul yang akan mewakili anggota/ umatnya masing-masing, sehingga terdapat 12 orang orang mas’ul saat itu yang harus bertanggung jawab terhadap umatnya masing-masing, jadi bukan Rosulullah sendiri yang menentukan mas’ulul ummahnya.

Maka hendaklah para warga di setiap perwakialn khilafatul muslimin bermusyawarah untuk menunjuk seorang mas’ulnya yang mereka percayai sehingga setiap mas’ul benar-benar mewakili umatnya.

Jika sekiranya dalam satu kabupaten/ kotamadya terdapat 50 ataupun 100 mas’ul, maka 50 atau 100 orang mas’ul itulah yang berkewajiban memilih satu di antara mereka menjadi seorang Amir Ummil Quro’ yang akan bertanggung jawab terhadap seluruh mas’ul yang terdapat dalam wilayahnya. Selanjutnya, jika terdapat umpamanya 20 ataupun 30 Amir Ummil Quro’ dalam satu propinsi, maka mereka pulalah yang berhak dan berkewajiban menunjuk salah seorang di antara para Amir itu, menjadi seorang Amir lagi di tingkat propinsi yang disebut Amirul Wilayah, yang kemudian para Amiirul Wilayah itulah nantinya yang akan menentukan seorang Amirud Daulah. Apabila di atas dunia ini terdapat 50 atau 1000 Amirud Daulah, tentunya merekalah yang akan menentukan siapa yang sepatutnya menjadi Amirul Mu’minin di atas permukaan bumi ini/ di tingkat Internasional yang benar-benar legitimet karena memang berakar dari bawah dan telah mendapatkan dukungan dari mayoritas umatnya. Demikianlah pemilu kaum muslimin dalam rangka mewujudkan ke ”KHOLIFAHAN ISLAM“ secara damai tanpa menghabiskan biaya milyaran.

Demikianlah kekholifaan Islam terbentuk secara alami atas kehendak umatnya sendiri; maka Khilafatul Muslimin memiliki ahlul halli wal aqdi di tingkat masing-masing maka merekalah yang berhak menentukan kapan seharusnya kepemimpinan diganti secara damai. Oleh karena itu, Khilafatul Muslimin tidak merasa perlu berbicara tentang kepolisian/ ketentaraan dan rencana peperangan dalam mensponsori terwujudnya seorang Kholifah/ Amirul Mu’minin/ Imam umat Islam sedunia sebagai Ulil Amri mereka ; kecuali hanya memikirkan bagaimana caranya agar umat Islam memahami tanggung-jawabnya dalam merealisir ajaran Allah dan Rosul-Nya benar-benar menjamin kebebasan umat lain untuk melaksanakan peribadatan agama mereka masing-masing, sesuai ajaran Alkitab yang mereka miliki.

Legitimasi yang didapatkan oleh seorang pemimpin dari umatnya melalui perwakilan-perwakilan yang mereka pilih sendiri; tentu akan dapat mempertahankan keutuhan umat Islam dan mencegah perpecahan yang telah diharamkan Allah dan Rosul-Nya, serta akan mampu pula mencegah pertikaian umat beragama dan kerusuhan-kerusuhan lainnya Insya Allah.

Kaum Muslimin/ Muslimat yang kami hormati!

Sungguh, perpecahan di kalangan kaum muslimin adalah sesuatu yang sangat melelahkan dan membosankan; tidak akan pernah menyelesaikan persoalan umat, tidak akan mampu mempererat Ukhuwah dan tidak akan mungkin menurunkan keberkahan baik dari langit maupun dalam perut bumi serta mustahil dapat mewujudkan kedamaian dan kesejahterahan umat manusia; yang dengan terealisasinya kembali kekhalifahan Islam yang membawa misi Rahmatan lil’alamin/ misi yang akan membuktikan kasih sayangnya terhadap alam semesta, kita mungkin dapat berharap dan optimis terhadap terealisasinya keadilan dan kesejahteraan bersama umat manusia, dengan membuktikan tunduk kepada Yang Maha Pencipta Robbul’alamin.…maka “PERPECAHAN“ harus segera diakhiri !!!

Rosulullah saw pernah mensinyalir bahwa sistem kepemimpinan Islam (Khilafah Islamiyah) atau Khilafah ‘ala minhajin Nubuwwah itu akan mengalami pasang surut dengan berbagai kebijaksanaan yang dilancarkan oleh para kholifahnya, sehingga walaupun mereka mengaku sebagai Khalifah / Amirul Mu’minin sebenarnya mereka telah menyimpangkan sistem kekhalifahan menjadi sistem kerajaan sebagaimana telah disabdakan dalam hadis beliau sbb:

Artinya : Kenabian di tengah-tengah kalian akan terjadi menurut kehendak Allah kemudian Allah mengangkatnya jika ia kehendaki untuk mengangkatnya, lalu terjadilah masa kekhalifahan yang mengikuti jejak-jejak kenabian menurut kehendak Allah kemudian Allah mengangkatnya jika ia kehendaki untuk mengangkatnya; lalu terjadilah masa kerajaan yang menggigit (Mulkan adlon) menurut kehendak Allah kemudian Allah mengangkatnya; selanjutnya terjadilah masa kerajaan yang menindas (Mulkan Jabariyah) menurut kehendak Allah; kemudian Allah mengangkatnya jika ia kehendaki untuk mengangkatnya; barulah terjadi lagi masa kekhalifahan yang mengikuti jejak-jejak kenabian (khilafah ‘ala minhajinubuwwah); lalu Rosulullah saw diam ( Riwayat Ahmad dan Baihaqi dan Nu’man Bin Basyir ).

Kaum Muslimin / Muslimat yang kami hormati!

Menurut hadits tersebut di atas dapat kita pahami bahwa zaman kenabian telah berlalu, mereka telah menyelesaikan tugas mereka masing-masing dalam mengemban misi yang haq sebagai utusan Allah, di samping mereka juga adalah hamba Allah : mereka telah memimpin umat untuk hanya menyembah Allah SWT/ menaati-Nya tanpa reserve dan masa merekapun telah berlalu atas kehendak Allah jua, setelah diakhiri oleh Rosulullah terakhir Nabi Muhammad saw sebagai pemimpin umat manusia seluruhnya selama + 23 tahun. Adapun kaum muslimin selama Rosulullah saw masih hidup tetap berada dalam satu kesatuan jama’ah berujud wihdatul ummah di bawah satu kepemimpinan yaitu beliau sendiri sebagai pemimpinnya.
Untuk selanjutnya kepemimpinan yang telah dicontohkan oleh Rosulullah saw selama 23 tahun itulah, maka perlu adanya seorang khalifah yang kita kenal sebagai Khalifah yang pertama adalah Khalifah Abu Bakar As-Shidiq r.a. dan selanjutnya khalifah kedua , ketiga , keempat selama 30 tahun, sebagaimana disabdakan oleh beliau saw;

Artinya : Kekhalifahan pada umatku adalah selama 30 tahun, kemudian setelah itu adalah kerajaan.

Menurut tarikh setelah khalifah yang keempat (Ali bin Abi Thalib r.a.) wafat ; maka Muawiyah bin Abi Shofyan melanjutkan kepemimpinan umat dengan sistem kerajaan dengan menunjuk anaknya sendiri ( Yazid ) sebagai putra Mahkota pengganti ayahnya.

Berlanjutlah sistem kerajaan ini secara turun temurun sehingga sampai pada kekhalifahan Turki Utsmani tahun 1924 M sesuai dengan apa yang telah diramalkan oleh Rosulullah sebagai Mulkan Aadlon dan Mulkan Jabariyyatan. Umat Islam pun semakin berpecah belah dan pemimpin-pemimpin Islam telah terbiasa mengambil bagiannya sendiri-sendiri dalam batas-batas wilayah yang sempit, sehingga tidak lagi merupakan satu kesatuan yang utuh di bawah satu kepemimpinan umat (Imam, Kholifah, Amirul Mu’minin) sebagaimana mustinya sesuai dengan contoh Nabi Muhammad saw, di mana beliau sendiri sebagai Imamnya selama 23 tahun; kemudian dilanjutkan oleh Al-Khulafa’ur Rasyidin Al Mahdiyyun sebagai Ulil Amri mereka. Kepemimpinan sedemikian inilah yang wajib hukumnya diteruskan dan tidak boleh hilang dari kalangan kaum muslimin di manapun mereka berada dilihat dari kacamata Ad-Dien sesuai Aqidah Islamiyyah dan bukan hanya dilihat dari kacamata politik semata.
Oleh karena itu, Islam dengan misinya Rahmatan lil Alamin tidak boleh dirahasiakan; wajib didzohirkan dipermukaan bumi di bawah satu kepemimpinan dalam satu Jamaah sebagai wadah wihdatul ummah dengan sistem Khilafah Islamiyyah, yakni kembali lagi pada sistem Khilafah ala Minhajin Nubuwwah sebagaimana telah disinyalir dalam hadis tersebut di atas.

Kiranya cukup jelas, bahwa yang disebut satu kesatuan dalam Islam (menurut Syariat) ialah adanya seorang Imam? Kholifah bagi keseluruhan umat Islam di muka bumi ini dengan sistem yang dikenal yaitu sistem Khilafah bukan sistem-sistem yang lainnya, dan bukan pula berkumpulnya berbagai golongan dalam satu aliansi untuk membagi tugas tanpa adanya seorang pemimpin/ Kholifah/ Imam dalam wadah wihdatul ummah.

Artinya : Dan berpegang teguhlah kalian semua kepada tali Allah dan jangan kalian bercerai berai (QS. Ali Imran: 103).

Ayat tersebut dengan jelas melarang adanya golongan-golongan/ firqoh-firqoh/ sekte-sekte yang berdiri sendiri-sendiri tanpa dapat dipersatukan dibawah satu Imam sebagai Ulil Amri mereka. Bersabda Rasulullah saw :

Artinya : Aku perintahkan kalian dengan lima perkara yang Allah telah memerintahkannya kepadaku (yaitu); berjama’ah, mendengar, taat, hijrah dan berjuang di jalan Allah. Maka barang siapa yang keluar dari AL- JAMA’AH sekedar sejengkal berarti benar-benar ia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya sampai ia kembali bertaubat. Dan barang siapa yang menyeru dengan seruan jahiliyah maka ia tergolong orang-orang yang berlutut di nereka Jahanam. Para sahabat bertanya: Wahai Rasulullah ! Bagaimana jika ia tetap berpuasa dan sholat ? Rasulullah menjawab : Sekalipun dia shoum dan mengaku bahwa ia adalah seorang muslim. Maka panggilah oleh kalian kaum muslimin itu sebagaimana Allah telah menamakan mereka Al-Muslimin almu’minin; ibadallohi Azza Wa Jalla. (Riwayat Ahmad)

Al-Jama’ah dimaksud tentunya JAMA’ATUL MUSLIMIN disertai seorang Imam/ Kholifah sebagai Ulil Amri dari orang-orang yang beriman dan bukan Jama’ah dari sebagai ataupun segolongan tertentu dari kaum muslimin ataupun jama’ah minal muslimin dengan kepemimpinannya sendiri-sendiri dan berakibat tetap saja setiap golongan bangga dengan apa yang ada pada golongannya sendiri.

Artinya : Sesungguhnya umat Islam ini adalah umat yang satu dan Aku adalah Rabb kalian, maka sembahlah oleh kalian akan daKu (Allah).

Kaum muslimin/ muslimat yang kami hormati

Setelah selama + 76 th kami tidak mendengar adanya kekholifahan Islam sebagai wadah WIHDATUL UMMAH dan telah kami tawarkan kepada beberapa orang yang kami anggap pantas untuk mempermaklumkan terhadap dunia tentang kekholifahan Islam; ternyata harapan kami tersebut terpulang kembali kepada kami; dan dengan segala kerendahan hati sembari mengetahui kelemahan diri kamipun merasa tidak sanggup mentekel perso’alan besar tersebut namun untuk sekedar mensponsorinya buat sementara waktu daripada ketiadaan Ulil Amri, terpaksa kamipun memberanikan diri untuk mengeluarkan sebuah “MAKLUMAT” tertanggal 13 Rabi’ul Awwal 1418 H/18 Juli 1997 M sebagaimana telah kami sebarluaskan dan telah pula kami sosialisasikan di berbagai daerah melalui ceramah-ceramah umum dan dialog terbuka serta Alhamdulillah cukup mendapatkan tanggapan baik dan dan sambutan umat yang menggembirakan melalui bai’at yang mereka lakukan secara tulus ikhlas atas kesadaran dari setiap pribadi muslim dan muslimat. Insya Allah akan kita teruskan untuk mensosialisasikannya keseluruh dunia sehingga terwujudnya musyawarah kekhalifahan Islam Internasional agar mendapatkan Ulil Amri bagi kaum muslimin sedunia yang benar-benar legitimet.

Kaum Muslimin / Muslimat yang kami hormati !

Bukankah sangat mengherankan, jika umat Islam yang telah diwajibkan bersatu justru memilih alternatif lain untuk tetap mempertahankan faksinya masing-masing sehingga sukar dan tidak dapat dipersatukan ?

Semoga kesadaran kaum Muslimin/ Muslimat di era globalisasi dewasa ini dapat mewujudkan kembali kesatuan mereka di bawah sistem Islam yakni sistem Khilafah Islamiyyah yang akan membawa misi RAHMATAN LIL’ALAMIN agar setiap makhluk di permukaan bumi ini mendapatkan keadilan dan kesejahterahan lahir & batin atas rahmat kasih sayang Allah SWT. Amin.

Kaum Muslimin / Muslimat yang kami hormati !

Apabila sebagian kaum muslimin berpendapat bahwa sponsor Khilafatul muslimin ini termasuk salah seorang yang berambisi menjadi pemimpin, maka orang yang ambisius tidak boleh lagi diberi kesempatan memimpin dan haruslah diganti dengan orang-orang yang jujur dan tulus ikhlas dan telah membuktikan komitmennya terhadap perjuangan tegaknya Syari’ah Islam; bukan orang yang hanya pandai ngomong dan berteori di depan meja. Adapun saya secara pribadi benar-benar merasa belum pantas menjadi pemimpin umat sebagai Khalifah / Amirul Mu’minin.
Melalui konferensi ini, saya saya hanya berharap kiranya kaum muslimin/ muslimat dapat menghindari diri dari sifat-sifat ta’as-shub golongan apapun alasannya untuk dapat mengutamakan AL-JAMA’AH WAL JAMA’AH dengan tulus ikhlas dan penuh kerelaan hati.

Artinya: Sekiranya Rabbmu (Hai Muhammad) menghendaki pasti dapat menjadikan umat manusia menjadi satu; tetapi mereka senantiasa dalam perselisiahan kecuali siapa yang dirahmati oleh Rabmu dan untuk itulah Allah mencipatakan mereka. Kalimat Rabbmu telah sempurna ditetapkan yaitu: Aku (Allah) pasti akan memenuhi neraka Jahanam dari semua jin dan manusia (yang tidak bersedia patuh pada ketentuanNya).

Sungguh, Maha benar Alloh; bahwasanya hanya orang-orang yang mendapatkan rohmat-Nya semata, yang dapat menjadi satu umat (umatan wahidatan) bersatu dalam wadah wihdatul ummah yang tidak membesar-besarkan perselisihan penyebab perpecahan antara orang-orang yang sama beriman kepada Allah dan hari kemudian. Karena itulah maka Allah telah memerintahkan, agar orang-orang yang mengaku beriman, benar-benar memegang teguh tali Allah secara keseluruhan tanpa dibenarkan untuk berpecah-belah dalam menegakan Ad-Dien mengemban misi “RAHMATAN LIL ‘ALAMIN. (As-Syura: 13)

Kaum muslimin/muslimat yang berbahagia!

Sekiranya ada sebuah pertanyaan dalam diri kita. Adakah kita ingin bersatu?
Memang itulah kewajiban kita sebagai muslim. Maka bersatu itu tidak sukar bagi orang yang mau bersatu dan tulus ikhlas; sebab bersatu itu hanya sukar bagi orang yang tidak bersedia bersatu dan tetap membanggakan golongan. Jadi seponsor perpecahan adalah orang yang berkata bahwa kita belum dapat bersatu dan sebaliknya sponsor persatuan itu adalah mereka yang berkata bahwa kita saat ini juga wajib bersatu untuk dapat menta’ati Allah, Rasul dan Ulil Amri dari orang-orang yang beriman. Allahu Akbar, Allahu Akbar.

Artinya: Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama, apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah di dalamnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah memilih kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepadanya siapa yang kembali (bertaubat). (QS. Asy-Syura : 13)

Label: